JAKARTA – SukapurwaNews
Di tengah beragam klaim dan narasi terkait kepemimpinan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sejumlah tokoh pers nasional merasa perlu memberikan klarifikasi sekaligus edukasi kepada publik, khususnya wartawan, agar tidak terjebak dalam informasi yang menyesatkan.
Tokoh pers senior, Zulmansyah Sekedang, mengingatkan pentingnya semua pihak kembali pada fakta hukum dan konstitusional. Ia menegaskan bahwa kebingungan di tubuh organisasi PWI tidak boleh dimanfaatkan demi kepentingan pribadi.
“Banyak wartawan di daerah tidak paham bahwa Hendry Ch Bangun (HCB) sudah diberhentikan sebagai anggota PWI. Secara otomatis, ia juga tidak lagi sah menjabat sebagai Ketua Umum, karena tidak lagi menjadi bagian dari organisasi. Ini bukan opini, tapi hasil keputusan formal organisasi yang bermula dari kasus ‘cashback’ dana UKW,” ujar Zulmansyah, Minggu (15/6/2025).
Ringkasan Fakta Organisasi PWI:
Pemecatan Hendry Ch Bangun dilakukan oleh tiga struktur sah organisasi:
1.Dewan Kehormatan PWI Pusat, sebagai pengadil etik tertinggi organisasi.
2. PWI Provinsi DKI Jakarta, tempat HCB terdaftar sebagai anggota.
3. Kongres Luar Biasa (KLB), sebagai forum tertinggi organisasi yang telah memutuskan pemberhentian secara total.
Pelanggaran Etik Berat yang Dilakukan HCB:
Mengakui menerima “cashback” dari dana bantuan Forum Humas (FH) BUMN untuk kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW).
Menolak putusan Dewan Kehormatan dan justru memecat pengurus DK secara sepihak.
Membentuk “DK tandingan” tanpa dasar konstitusional.
Masih mengklaim sebagai Ketua Umum PWI dengan menyalahgunakan atribut resmi organisasi.
Status Administratif Terkini:
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah membekukan kepengurusan versi Hendry Ch Bangun.
Dewan Pers tidak lagi mengakui HCB sebagai Ketua Umum PWI, serta melarang penggunaan fasilitas organisasi atas namanya.
Edukasi Hukum untuk Wartawan:
Surat Keputusan (SK) dari Kemenkumham bukan satu-satunya dasar sah kepemimpinan organisasi, apalagi jika secara etik dan keanggotaan sudah diberhentikan.
Putusan sela pengadilan bukan putusan final, dan tidak membatalkan hasil kongres maupun keputusan Dewan Kehormatan.
“Wartawan harus paham perbedaan antara administratif, etik, dan konstitusi organisasi. Jangan mudah percaya hanya dari potongan narasi,” tegas Zulmansyah.
PWI Menuju Rekonsiliasi
Untuk mengakhiri polemik internal, kedua pihak yang berseteru dalam tubuh PWI telah menandatangani Kesepakatan Jakarta, disaksikan oleh Ketua Dewan Pers dan sejumlah perwakilan media nasional.
“SC (Steering Committee) dan OC (Organizing Committee) yang dibentuk hasil kesepakatan telah mulai bekerja menyiapkan Kongres Persatuan PWI, yang ditargetkan digelar paling lambat 30 Agustus 2025. Ini jalan tengah yang legal dan bermartabat,” ujar Zulmansyah.
Himbauan kepada Wartawan dan Media Seluruh Indonesia:
1. Selalu cek fakta dan sumber informasi sebelum mempercayai klaim dari pihak mana pun.
2. Hargai proses organisasi dan hukum internal yang berjalan berdasarkan mekanisme resmi.
3. Dukung proses rekonsiliasi, bukan memperuncing konflik melalui narasi sepihak.
“PWI adalah milik semua wartawan Indonesia. Jangan dijadikan alat pembenaran untuk ambisi pribadi. Mari kita jaga marwah dan profesionalisme wartawan Indonesia,” pungkas Zulmansyah.
(Redaksi SukapurwaNews)