Jakarta — Kuasa hukum Lany Mariska, Chandra Bangkit Saputra, SH, mengungkapkan dugaan adanya pola kriminalisasi yang terstruktur terhadap kliennya melalui serangkaian laporan polisi sejak 2024 hingga 2025. Ia menilai rangkaian kasus yang menimpa Lany menunjukkan pola sistematis yang mengarah pada upaya menjerat kliennya dengan berbagai tuduhan, mulai dari penggelapan, penipuan, sampai perzinahan.
Rangkaian Laporan dan Penetapan Tersangka
Kasus ini bermula dari laporan pertama pada 31 Mei 2024 oleh Icsan Hanafi melalui LP/B/239/V/2024/SPKT/Polda Lampung. Dalam laporan tersebut, Lany dituduh menerima aliran dana sebesar Rp3,3 miliar yang disebut berasal dari PT Bukit Berlian Perkasa (BBP). Dana itu diduga digunakan untuk membayar utang kepada Dewi Wulandari dan beberapa pihak lainnya.
Laporan kedua menyusul pada 17 Agustus 2024 oleh Randica Jaya Darma. Dalam laporan itu, Lany diduga menggelapkan dana perusahaan PT BBP sebesar Rp4,6 miliar. Pada 29 November 2024, Lany pun ditetapkan sebagai tersangka.
Yang menjadi sorotan, penetapan tersangka tersebut disebut berlandaskan kerugian perusahaan lain, yakni PT Artha Surya Primatama (ASP), senilai Rp3,93 miliar, padahal Lany tidak pernah bekerja atau memiliki hubungan dengan PT ASP. Selain itu, laporan tersebut juga memasukkan unsur tuduhan perzinahan.
Penahanan dan Kasus Baru
Pada Mei 2025, Lany ditahan oleh Polda Lampung. Ia mengaku ditempatkan di sel isolasi lantai dua tanpa air dan penerangan selama tujuh hari pertama. Penahanan kemudian berlanjut hingga 45 hari dan baru ditangguhkan pada Juli 2025, tanpa kejelasan prosedur administratif penangguhan.
Kasus terbaru muncul pada 6 November 2025, ketika suaminya, Rommy Dharma Satryawan, turut membuat laporan polisi mengenai dugaan perzinahan dengan nomor LP/B/814/XI/2025/Res.1.11/2025/SPKT/Polda Lampung. Perkara ini kini masih dalam proses penyelidikan.
Sebagai tanggapan, Lany melalui kuasa hukumnya melaporkan balik dugaan perzinahan suaminya bersama seorang perempuan bernama Natalia ke PPA Bareskrim Polri. Langkah tersebut disebut sebagai respons terhadap tekanan berlapis yang ia hadapi sejak persoalan keuangan perusahaan muncul.
Langkah Pengawasan dan Upaya Hukum
Untuk memastikan proses hukum berjalan objektif, Lany Mariska telah menempuh berbagai jalur pengawasan, termasuk:
Propam & Paminal Mabes Polri, terkait dugaan ketidakprofesionalan penyidik.
Ombudsman RI & Kompolnas, sebagai pengawasan independen atas pelayanan publik dan proses penegakan hukum.
Komisi III DPR RI, untuk meminta perhatian legislatif terhadap dugaan kriminalisasi terhadap warga negara.
Kuasa hukum juga meminta dilakukan audit forensik atas aliran dana di PT Bukit Berlian Perkasa dan PT Artha Surya Primatama. Mereka mendesak Kompolnas, Ombudsman, serta LPSK untuk memastikan perlindungan hukum bagi Lany.
“Saudari Lany Mariska akan menggunakan seluruh jalur hukum, termasuk praperadilan, untuk membuktikan bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya tidak sah dan penuh rekayasa,” tegas Chandra Bangkit.
Redaksi : Sukapurwanews
Sumber : Kiriman Tim / Dok. Redaksi (Supangat)
Editor Web : Ikhsan Adzkar


